Mengenai Saya

Foto saya
HAY TEMAN"TOLONG SIAPA AJA YG UDAH MEMBUKA BLOG INI TOLONG JANGAN MENTERTAWAKAN KARENA KAMI MASIH DALAM TAHAP PEMBELAJARAN

Selasa, 25 Januari 2011

hujan itu

Dua orang perempuan tampak menembus hujan dan pekat malam. Padahal badai tentu tak mampu ditopang hanya dengan sebuah payung usang yang berkali-kali terlipat diterjang angin. Keduanya tak punya pilihan lain! Keduanya harus tetap menembus badai itu!
Sekarang sudah jam dua dini hari, tak ada satupun kendaraan bermotor yang melintas di jalan sepi yang mereka tempuh. Kalaupun ada, tak mungkin juga mereka menumpanginya. Tak ada sepeser uangpun dalam saku baju mereka yang lusuh.
Perempuan pertama. Seseorang yang renta namun terlihat masih perkasa matanya. Di situ keteguhan terasa. Di situ tekad tersimpan. Untuk sebuah perjuangan yang bernama : hidup! Dia harus tetap berjuang jika ingin anak cucunya tak mati kelaparan. Tapi, seberapa tegarnya dia, malam ini di sudut matanya tak henti menetes air mata yang tak beda dengan geraian hujan di seluruh wajahnya.
Ya, dia berjalan sambil menangis. Tadi sebelum berangkat menembus lebatnya hujan, dia sempat mampir di rumah majikannya. Selama ini dia mengabdikan hampir separuh hidupnya dengan bekerja di rumah majikan tersebut. Malam itu, karena ada sesuatu yang mendesak, dia berharap sang majikan sudi kiranya meminjamkan uang walau sedikit. Nanti bisa dipotong dengan gaji bulan depan, demikian dia memohon. Tapi jangankan uang yang dia terima, malah sebuah bentakan dan perkataan yang melukainya, “Sudah kalau kamu minta uang sekarang, lebih baik mulai besok kamu berhenti bekerja saja!”
Seumur hidupnya perempuan ini tidak pernah menangis. Tidak ketika ditinggalkan oleh suaminya ketika anak-anak mereka masih kecil-kecil, tidak oleh segala macam kepahitan yang mendera hidupnya yang miskin. Tapi malam ini dia menangis. Tuhan, ucapnya diantara deras hujan. tidakkah majikanku tidak mempunyai mata dan hati menyaksikan keadaan kami ini?
Perempuan yang berjalan di sebelahnya juga berwajah sembab. Bukan karena menangis, tapi menahan sakit dan nyeri yang seperti tak bisa ditunggu lagi. Menangis. Akh, dia juga tak terlatih untuk itu. Sejak kecil hidup dalam kesusahan dengan sang ibu, tanpa bapak, tanpa saudara, apalagikah yang bisa membuatnya menangis? Suami? Masuk bui hampir setahun yang lalu. Mabuk dan berkelahi dengan sesama pemabuk. Meninggalkannya dengan seorang anak balita yang baru saja menginjak usia satu tahun dan perut yang juga sedang mengandung.
Dan malam ini, hujan ini, seperti tak diindahkan oleh sang jabang bayi untuk menjengukkan wajahnya ke bumi yang susah ini. Perempuan itu telah mati rasa, seperti juga jari-jarinya yang telah kedinginan. Kemanakah sang ibu tercinta akan membawa mereka? Rumah sakit mana yang mau menerima pasien tanpa pakaian bayi sepotong pun? Tanpa baju ganti sehelai pun? Tanpa uang sepeser pun? Tapi dia tak pernah menyangsikan ibunya yang tua itu. Pasti ada arah yang sedang dituju sang bunda dekil, ringkih, namun berhati peri itu.
Akhirnya, setelah perjalanan yang cukup jauh, mereka menepi di sebuah bangunan. Perempuan itu tak tahan lagi. Perempuan itu tak sanggup lagi. Darah telah berceceran di kedua belah pahanya. Ingin dia berteriak, ingin dia bertanya pada Tuhannya, pentingkah hidup untuk terus dijalani? Perlukah memahami ini sebagai cobaan dan cinta kasih? Dia telah mati rasa dan hilang harapan. Wajahnya terkulai di pelukan sang Bunda. Air mata ibunya berbaur dengan hujan menghabisi rasa dalam hati keduanya. Bisu, diam, tak ada lagi pertanyaan.
Kisah di atas tak sekedar karanganku semata, tapi itulah yang dialami pasienku malam tadi. Persalinan dibalut kemiskinan, suami dalam bui, tak ada uang, apalagi perlengkapan bayi. Untuk hidup sehari-hari mereka harus bergantung dari jerih payah ibunya yang telah renta dengan menjadi pembantu rumah tangga. Akh, berapalah yang bisa didapatkan tubuh lemah dan lelah itu. Hanya matanya yang tangguh yang membuatku yakin mereka akan terus bertahan ke depan.
Alhamdullillah Tuhan membawa langkah mereka ke Puskesmas kami kemarin. Ibu itu melahirkan dengan selamat. Teman-teman sesama petugas kesehatan juga bahu-membahu memenuhi kebutuhan mereka walau seadanya. Setidaknya ada susu bayi dan kain penutup tubuh mereka yang dingin.
Aku menangis. Aku menangis mendengar kisah mereka, melihat tubuh basah mereka, melihat cinta ibu tua itu. Ya Allah, betapa aku jauh lebih beruntung dari mereka. Betapa hidup ini terlihat begitu sulit di jejak mereka yang tersaput hujan. Maafkan aku ya Allah, terkadang lena dan menyisakan sekian perdebatan tentang apa yang telah Engkau limpahkan.
Dan Ya Allah, Berikan jenak kebahagiaan di langkah mereka juga. Berikan keringanan di badai tak henti dalam hari mereka pula… Izinkan aku menangis di pagimu yang buta, menangisi karunia yang kau hadirkan di hari-hariku yang tak juga terlalu mudah. Tapi di pagi buta ini, aku belajar lagi. Aku belajar untuk kesekian kali, hidup memang tak akan pernah lurus dan datar, namun demikian, sesulit apapun, tetaplah berjalan,… tetaplah berusaha. Karena pasti ada jawabann dari semuanya…. Dia tak akan pergi kemana, selalu mengiringi langkah kita.